[DIS-KAS] Melihat Narkoba dari Kacamata Pengedar
GOLONGAN NARKOTIKA
UU Nomor 35 Tahun 2009 (“ UU Narkotika”), memberikan definisi narkotika sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika digolongkan menjadi 3 golongan. Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, namun dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium dengan persetujuan Menteri atas rekomendasi kepala BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makan) dalam jumlah terbatas. Sedangkan narkotika golongan II dan golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan peraturan Menteri.
Berikut beberapa contoh yang termasuk ke dalam golongan I, II, dan III
Golongan I | Golongan II | Golongan III |
Tanaman Papaver Somniferum L, Opium, Tanaman koka, daun koka, kokain mentah, Tanaman Ganja, Heroina, dll. | Afasetilmetadol, Benzetidin, Dekstromoramida, Etokseridina, Hidrokodona, Metadona, Morfin, dll | Kodeina, Nikokodina, Polkodina, campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika, dll. |
PERBEDAAN PENGEDAR DAN BANDAR
Bandar narkoba dapat diartikan sebagai orang yang mengendalikan suatu aksi kejahatan Narkotika secara sembunyi-sembunyi atau sebagai pihak yang membiayai aksi kejahatan itu. Bandar Narkoba dapat disebut orang yang menjadi otak penyelundupan narkotika, permufakatan kejahatan Narkotika dan sebagainya. Dalam undang-undang tidak disebutkan secara jelas mengenai bandar meski demikian terdapat perbedaan antara bandar dengan pengedar dan kurir. Berdasarkan KBBI pengedar adalah orang yang mengedarkan, yakni orang yang membawa (menyampaikan) sesuatu dari orang yang satu kepada yang lainnya. Berdasarkan hasil penelitian Mulyadi (2012) menjelaskan secara implisit bahwa “Pengedar Narkotika/Psikotropika” adalah orang yang melakukan kegiatan penyaluran dan penyerahan Narkotika/Psikotropika. Pengedar dapat berorientasi pada penjual, pembeli, mengangkut, menyimpan, menguasai, menyediakan, melakukan perbuatan mengekspor/mengimpor.
Para pengedar memiliki sistem pengedaran yang dikenal sistem ranjau. Sistem ranjau merupakan modus jual beli narkoba dimana antar pengedar dan pembeli tidak bertemu secara langsung yang nantinya uang untuk transaksi diserahkan melalui transfer (Syafif, 2019). Pengedar biasanya memesan barang kepada bandar dan nantinya barang tersebut akan diantarkan melalui jasa kurir. Namun sistem tersebut telah dipatahkan semenjak adanya kasus pada Bulan Januari 2019, dimana Polres Jombang berhasil meringkus 14 pengedar narkoba yang memiliki perbedaan pola distribusi. Pola distribusi tersebut dengan cara para pengedar tidak lagi menggunakan kurir namun harus menemui bandar secara langsung di kota yang telah ditentukan, yang dalam kasus ini adalah di Kota Surabaya.
Sumber pasokan narkoba terbesar salah satunya berasal dari luar Indonesia. Kepala Badan Narkotika Nasional, Komjen Pol Petrus Reinhard Golose menyatakan bahwa sekitar 80% narkotika, khususnya sabu-sabu masuk Indonesia melalui jalur laut dari berbagai negara di dunia (www.mediaindonesia.com). Kejahatan peredaran berdimensi internasional memiliki sifat terorganisir (sindikat), adanya dukungan besar, serta pemanfaatan teknologi yang canggih. Peredaran tingkat internasional selalu melibatkan Warga Negara Asing dan berdampak terhadap teritorial dua negara. Selain itu modus operasi tindak pidana narkotika internasional terbagi menjadi tiga wilayah operasi yaitu negara keberangkatan, negara transit, dan negara tujuan pemasaran.
Jalur sistem peredaran gelap Heroin dari segitiga emas. Segitiga emas merupakan sebutan untuk negara Thailand-Myanmar-Laos.
PENETAPAN HUKUMAN SANKSI
Segala sanksi mengenai narkotika diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2019 tentang Narkotika. Dalam (hukumonline.com) dijelaskan bahwa ketentuan UU Narkotika mengenai pengedar diatur pada pasal 115, pasal 120, dan pasal 125. Perbedaan ketiga pasal pada golongan narkotika serta hukumannya. Pada pasal ini diatur untuk orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentrasito.
- Pasal 115
Dikenai pidana penjara 4 hingga 12 tahun serta denda Rp800.000.000,00 sampai Rp8.000.000.000,00. Untuk jenis Narkotika Golongan I yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 6 sampai 20 tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya ditambah 1/3 .
- Pasal 120
Dikenai pidana penjara 3 hingga 10 tahun serta denda Rp800.000.000,00 sampai Rp5.000.000.000,00. Untuk jenis Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya ditambah 1/3.
- Pasal 125
Dikenai pidana penjara 3 hingga 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 sampai Rp5.000.000.000,00. Untuk jenis Narkotika Golongan III yang beratnya melebihi 5 gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara 5 sampai 15 tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya ditambah 1/3.
Kasus yang cukup menghebohkan adalah kasus Fredi Budiman. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Pidana Nomor: 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR. Fredi Budiman secara sah melanggar pasal 114 UU Narkotika. Pertimbangan Majelis Hakim menjatuhkan hukuman mati karena terbukti ia sebagai pemilik sebuah kontainer berisi 1,4 juta pil ekstasi yang didatangkan dari Cina (www.republika.co.id). Fredi berusaha mengelabui petugas pelabuhan Tanjung Priok dengan mendaftarkan barang sebagai akuarium impor. Fredi Budiman divonis mati oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada tanggal 15 Juli 2013 dan telah dieksekusi pada tanggal 29 Juli 2016. Hukuman mati yang diterapkan merupakan bentuk untuk menimbulkan kejeraan agar pelaku tindak pidana narkotika lainnya.
Penjatuhan hukuman mati bagi terpidana kasus peredaran gelap narkoba telah diatur secara jelas dalam Pasal 113 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika (Anwar, 2016). Pasal 113 ayat (2) menjelaskan bahwasannya perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, pelaku dapat dikenakan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 5 hingga 20 tahun serta pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Sementara pada Pasal 114 ayat (2) disebutkan mengenai perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I, pelaku dapat dikenai pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 6 hingga 20 tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3.
Perihal Hukuman Pidana Mati, tentunya menjadi persoalan yang menuai kontroversi. Penjatuhan hukuman mati apabila ditinjau dari Hukum Positif Indonesia bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, utamanya dalam Pasal 4 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dimana Pasal ini memberikan perlindungan Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, dan mendapat persamaan dihadapan hukum serta hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun, tidak terkecuali adalah Pemerintah sekalipun. Disamping itu, Hukuman pidana mati juga diatur oleh Pemerintah Indonesia dalam Pasal 10 Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukuman mati dapat diberikan oleh hakim setelah melakukan pertimbangan dengan sebaik-baiknya berdasarkan fakta hukum di persidangan dan alat bukti yang cukup sehingga hakim dapat memutuskan seseorang mendapatkan salah satu bentuk hukuman tersebut (kepri.bnn.go.id). International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) juga memperbolehkan hukuman pidana mati bagi pelaku tindak pidana narkotika. Perlu diketahui oleh kita bersama hukuman pidana mati dimaksudkan bukan hanya untuk memberikan efek jera bagi pelaku juga untuk memberi efek psikologis dan shock therapy bagi masyarakat agar tidak melakukan tindak kejahatan lagi. Romli Atmasasmita, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, menyatakan bahwa kebijakan Pemerintah Presiden Jokowi bakal kembali mengeksekusi sejumlah terpidana mati sudah tepat, meski adanya intervensi dari negara Australia maupun Brazil namun pemerintah harus berani mengatakan ‘tidak’ untuk diintervensi. Indonesia policy-nya sudah benar, tidak perlu takut tekanan, berani mengatakan tidak dan menjadi negara besar. Selain itu dalam artikel terikat konvensi Internasional Hukuman Mati Mesti Jalan terus, diberitakan bahwa Mahkamah Konstitusi pada 30 Oktober 2007 menolak uji materi hukuman mati dan menyatakan bahwa Hukuman mati dalam UU Narkotika tidak bertentangan dengan Hak Hidup yang dijamin dalam UUD 1945.
Pro dan Kontra akan Hukuman Pidana Mati tentu akan selalu ada, tak terkecuali bagi terpidana kasus peredaran narkoba. Adapun beberapa saran dari hasil riset kami:
- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyarankan agar mekanisme Controlled Delivery dan Undercover buy (Pembelian terselubung) diatur lebih tegas dalam UU narkotika dan KUHAP (Briantika, 2022).
- Hukuman mati sebaiknya diganti dengan penjara seumur hidup tanpa remisi yang lebih relevan dengan penghormatan terdapat pemenuhan hak asasi manusia dan lebih memposisikan manusia itu sendiri sebagai makhluk yang mulia (Sembel et al, 2020)
- Hakim perlu lebih teliti dalam menerapkan UU No. 35 Tahun 2009 terhadap penyalahguna dan korban penyalahguna narkotika.
- Revisi UU Narkotika mengenai poin Penyidik Badan Narkotika Nasional dan penyempurnaan ketentuan pidana (Ramadhan, 2022).
BENTUK PENCEGAHAN
Pencegahan yang dapat dilakukan sebagai langkah awal bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mahasiswa Universitas Gadjah Mada pada khususnya adalah sebagai berikut:
- Pengadaan penyuluhan sosialisasi terpadu bersama BNN dilengkapi dengan sesi tanya jawab mengenai bahaya narkotika pada saat masa Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB)
- Membangun dan memilih pergaulan yang baik dan jauhi pergaulan yang bisa mengantarkan kita pada penyalahgunaan narkotika.
- Melakukan campaign/postingan yang bersifat edukatif dan benar mengenai bahaya narkoba
- Perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan kegiatan alternatif untuk mengisi waktu luang dalam kelompok masyarakat agar upaya menanggulangi penyalahgunaan narkotika di dalam masyarakat ini menjadi lebih efektif
Penulis: Muhammad Odi Rizkiansyah
Editor: Seluruh Anggota Divisi Kajian Strategis Raja Bandar
Sumber Bacaan :
Anwar U. 2016. PENJATUHAN HUKUMAN MATI BAGI BADNAR NARKOBA DITINJAU DARI ASPEK HAK ASASI MANUSIA. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 13(3): 241-252.
Briantika A. 2022. Hukuman yang Pantas bagi Hakim Rangkasbitung Terjerat Narkoba. Diakses melalui Hukuman yang Pantas bagi Hakim Rangkasbitung Terjerat Narkotika (tirto.id) pada tanggal 1 Juni 2022.
Editor BNN. 2021. Studi Kasus Penegakan Hukuman Mati bagi Tindak Pidana Narkotika. Diakses melalui Studi Kasus Penegakan Hukuman Mati bagi Tindak Pidana Narkotika (bnn.go.id) pada tanggal 1 Juni 2022.
Hartanto W. 2017. PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN NARKOTIKA DAN OBAT-OBAT TERLARANG DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS INTERNASIONAL YANG BERDAMPAK PADA KEAMANAN DAN KEDAULATAN NEGARA
Mulyadi L. 2012. Pemidanaan Terhadap Pengedar dan Pengguna Narkoba : (Penelitian Asas, Teori, Norma dan Praktik Penerapannya Dalam Putusan Pengadilan). Jakarta: Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Indonesia. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sekretariat Negara. Jakarta.
Pramesti T. J. 2022. Jerat Pidana Maksimal bagi Pembuat dan Pengedar Narkoba. Diakses melalui Jerat Pidana Maksimal Bagi Pembuat dan Pengedar Narkoba (hukumonline.com) pada tanggal 1 Juni 2022.
Ramadhan A. 2022. WAMENKUMHAM: ADA 190.000 KASUS NARKOBA TERUNGKAP, YANG TAK TERUNGKAP TEORINYA BISA 7 KALI LIPAT. Diakses melalui Wamenkumham: Ada 190.000 Kasus Narkoba, yang Tak Terungkap Teorinya Bisa 7 Kali Lipat Halaman all – Kompas.com pada tanggal 1 Juni 2022.
Sembel N. S. G., dkk. 2020. PENERAPAN PIDANA MATI TERHADAP PENGEDAR NARKOTIKA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA. Lex Et Socieatis Vol. 8(3).
Syafif M. POLISI: PEREDARAN NARKOBA BERUBAH, DARI SISTEM “RANJAU” KE SISTEM “SUB-PENGEDAR”. Diakses melalui Polisi: Peredaran Narkoba Berubah, dari Sistem “Ranjau” ke Sistem “Sub-pengedar” Halaman all – Kompas.com pada tanggal 1 Juni 2022.
Penulis. 2021. BNN: 80 Persen Narkotika Masuk Indonesia Melalui Jalur Laut. Diakses melalui BNN: 80 Persen Narkotika Masuk Indonesia Melalui Jalur Laut (mediaindonesia.com) pada tanggal 1 Juni 2022
Penulis. 2014. MA Putuskan Fredi Budiman Dihukum Mati. Diakses melalui MA Putuskan Fredi Budiman Dihukum Mati | Republika Online pada tanggal 1 Juni 2022.
0 Komentar