[RBFest] Juara 6 – Bentengi Diri, Melangkah Pasti.

Dipublikasikan oleh rajabandar.wg pada

Bentengi Diri, Melangkah Pasti.

Oleh: Bunga Khatulistiwa

 

Narkoba menjadi masalah pelik seantero nusantara dan tetap menjadi sebuah isu hangat di dunia. Seakan tak peduli usia, saat ini generasi muda menjadi salah satu sasarannya. Menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dari total 87 juta anak Indonesia, 5,9 juta yang tercatat sebagai pecandu narkoba, lantas mau jadi apa negara kita?

Penyalahgunaan dan kecanduan obat menjadi salah satu problematika besar yang terjadi hampir di seluruh dunia, setiap tahunnya, pemerintah harus mengeluarkan banyak biaya karena adanya kematian dini, biaya kesehatan, pengurangan produktivitas, kehilangan pekerjaan dan tindakan kriminal yang disebabkan karena penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Dalam dunia medis, sebenarnya beberapa obat sangat dibutuhkan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan seperti pada ilmu anestesi yang mengharuskan penggunaan obat sedativa dan antinyeri untuk operasi, sehingga perlu ada regulasi yang kuat dan jelas untuk mengatur penggunaan obat-obatan ini.

Sebelum kita beranjak lebih jauh lagi, mari kita mengenal narkoba terlebih dahulu. Narkoba ialah istilah untuk narkotika, psikotropika dan bahan berbahaya lainnya. Istilah lain yang sering digunakan ialah NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya). Jenis-jenis narkoba yang sering disalahgunakan ialah opium, morphin, ganja, kokain, heroin, shabu-shabu, ekstasi, putau dan sedativa atau hipnotika. Setiap obat memiliki efek yang berbeda, yang biasanya disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.

Saat ini, penyalahgunaan obat terlarang semakin merebak, menjangkiti semua lapisan masyarakat dari anak muda hingga tua, tak peduli usia. Banyak hal-hal yang menjadi faktor seseorang bisa menggunakan obat-obatan terlarang, dimana faktor risiko dibagi menjadi tiga bagian utama yakni keluarga, sosial dan individual, dimana kadang faktor resiko ini saling tumpang tindih satu sama lain. Di sisi lain, juga terdapat faktor protektif yang menjaga seseorang dari penggunaan obat-obatan terlarang ini, yakni adanya ketahanan sosial, pendidikan formal maupun informal, serta peningkatan kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan sosial dan pengelolan stres atau emosi negatif.

Pencegahan penggunaan obat-obatan terlarang merupakan sebuah proses yang kompleks dan membutuhkan bukti ilmiah. Pencegahan dilakukan dengan mengenali orang yang memiliki faktor resiko dan meningkatkan faktor protektif yang dimiliki masing-masing orang dalam pribadinya. Salah satu faktor risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap penggunaan obat terlarang ialah stres. Beberapa penelitian pada dekade terakhir juga menunjukkan bahwa ada perubahan secara molekuler dan seluler yang diasosiasikan dengan stres kronik dan adiksi.

Pada dasarnya stress ialah sebuah proses atau respon tubuh terhadap suatu stressor baik berupa konflik interpersonal seperti kehilangan keluarga dan tekanan dari lingkungan sekitar sedangkan stress fisiologis terdiri dari hal yang membuat tubuh tidak nyaman seperti hipotermia, insomnia dan kelaparan. Walaupun stres selalu diasosiakan dengan kondisi yang buruk, sebenarnya juga dikenal “good stress” dimana seseorang menerima sebuah kondisi yang menantang tetapi memiliki respon yang baik dan bisa menyelesaikan tanpa menimbulkan suatu gangguan secara fisik maupun sosial.

Ketika faktor eksternal dari luar sulit kita imbangi, kendali diri adalah solusi. Salah satu aspek penting dalam pencegahan penyalahgunaan obat ialah dengan membentengi diri sendiri. Lantas apa yang dimaksud dengan membentengi diri sendiri?

Sebuah faktor protektif yang mungkin jarang kita sadari, yang ternyata bisa membantu kita untuk menjalani hidup yang lebih bermakna dan dapat menyelesaikan masalah dengan baik, kini, sambutlah dia, effective coping mechanism! Mereka sudah lama melekat dalam diri kita, walaupun kadang kita tidak menyadarinya dan abai. Menemani kita di masa tersulit kita, hingga kita bisa di titik sekarang ini, menjadi versi yang lebih baik dari diri kita sendiri.

Pada dasarnya, coping ialah sebuah upaya atau usaha individu untuk bereaksi terhadap sebuah kesulitan, baik kesulitan secara internal maupun eksternal. Proses ini merupakan sebuah proses yang dinamis, dan tidak berhenti seumur hidup, secara mudahnya dapat dikatakan sebagai penerimaan dari sebuah masalah. Ketika seseorang terkena masalah, maka setiap orang akan memiliki cara masing-masing untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam kasus ini contoh penggunaan obat ialah sebuah realisasi dari pandangan seseorang yang berfikir bahwa hal ini ialah salah satu coping mechanism untuk mengurangi rasa stres, mengurasi beban pikiran, mengobati diri sendiri, dan mengurangi rasa penarikan/withdrawal akibat sebuah penyakit.

Strategi coping mechanism dibagi menjadi 2 tipe, yakni efektif dan inefektif. Efektif berarti upaya tersebut bertujuan untuk menghilangkan sumber stress ataupun mengontrol reaksi yang dihasilkan dari stress tersebut. Sedangkan inefektif coping mechanism ialah suatu upaya untuk menghilangkan ketidaknyamanan yang dihasilkan dari stress tersebut dan dapat memperburuk keadaan. Coping mechanism yang efektif terdiri dari :

  1. Removing stress: dilakukan untuk menghilangkan sumber stress
  2. Cognitive Coping: upaya dengan mengubah cara pandang terhadap sumber stress
  3. Managing stress reaction: upaya yang dilakukan untuk menghilangkan stress dengan mengatur keadaan psikologis dan reaksi terhadap sumber

Sedangkan coping yang tidak efektif terdiri dari:

  1. Withdrawal, yakni melarikan diri dan menghindari kenyataan akan stress yang sedang dihadapi
  2. Aggresion, tindakan agresif sebagai respon akan stress
  3. Self medication, penggunaan obat-obatan terlarang untuk menghilangkan pikiran dan menenangkan diri dari stress yang sedang dihadapi dan mengonsumsi alcohol untuk menghindari rasa cemas
  4. Defense mechanism, ego pertahanan akan rasa tidak nyaman yang dihasilkan dari sumber stress, sehingga individu merasa

Jika seseorang bisa melakukan coping secara efektif, luaran yang dihasilkan akan cenderung baik dan tidak akan merugikan diri sendiri. Sebuah penelitian menemukan adanya dampak positif dari kemampuan coping yang efektif dari edukasi dengan penurunan keinginan untuk mencoba obat-obatan terlarang. Penelitian lain terkait dengan self-control yang baik memiliki efek protektif terhadap penggunaan obat terlarang yang dimulai sejak usia dini, yakni sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama.

Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk melatih kemampuan coping mechanism adalah dengan melakukan meditasi dan teknik relaksasi, memiliki waktu untuk diri sendiri, rutin melakukan aktivitas fisik terutama berolahraga, membaca buku untuk memperbaharui pengetahuan, sesekali bersosialisasi dengan teman untuk berbagi pikiran, memperkuat spiritualitas, memiliki kualitas tidur yang baik dan makan makanan yang sehat.

Tentunya hal ini merupakan sebuah proses panjang, kita tidak bisa menjadi seseorang yang sempurna, tetapi bisa menjadi diri kita dengan sebuah versi yang lebih baik. Jika kita bisa melatih diri kita sendiri untuk menjalani sebuah coping mechanism yang efektif tentunya tidak akan berdampak hanya pada penggunaan obat-obat terlarang, tetapi kita juga akan memiliki kualitas hidup yang cukup baik.

“Terima kasih tubuhku, telah menggunakanku dengan baik, kini saatnya tugasku untuk membuatmu menjadi seorang pribadi yang utuh, bertumbuh dan bermanfaat untuk sesama” ungkap sebuah bilik kecil pada bagian depan otak, sebagai pusat rasa kebijaksanaan, kita menyebutnya, Pre-Frontal-Cortex.

 

Referensi:

  1. Ahmadpanah, , Mirzaei Alavijeh, M., Allahverdipour, H., Jalilian, F., Haghighi, M., Afsar, A., & Gharibnavaz, H. (2013). Effectiveness of Coping Skills Education Program to Reduce Craving Beliefs among Addicts Referred To Addiction Centers in Hamadan: A Randomized Controlled Trial. Iranian journal of public health, 42(10), 1139–1144.
  2. Algorani EB, Gupta V. Coping Mechanisms. [Updated 2021 May 3]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559031/
  3. Caparrós, B. and Masferrer, L., 2021. Coping Strategies and Complicated Grief in a Substance Use Disorder Sample. Frontiers in Psychology, 11.
  4. Chen, J. A., Gilmore, A. K., Wilson, N. L., Smith, R. E., Quinn, K., Peterson, A. P., Fearey, E., & Shoda, Y. (2017). Enhancing Stress Management Coping Skills Using Induced Affect and Collaborative Daily Cognitive and behavioral practice, 24(2), 226–244. https://doi.org/10.1016/j.cbpra.2016.04.001
  5. Daisuke, , & Ayumi, E. (2016). Characteristics of coping strategies and the relationships between coping strategies and stress reactions in physical therapy students during clinical practice. Journal of physical therapy science, 28(10), 2867–2870. https://doi.org/10.1589/jpts.28.2867
  6. Griffin, and Botvin, G., 2010. Evidence-Based Interventions for Preventing Substance Use Disorders in Adolescents. Child and Adolescent Psychiatric Clinics of North America, 19(3), pp.505-526.
  7. Kuper, L. E., Gallop, R., & Greenfield, S. F. (2010). Changes in coping moderate substance abuse outcomes differentially across behavioral treatment modality. The American journal on addictions, 19(6), 543–549. https://doi.org/10.1111/j.1521- 2010.00074.x
  8. Schönfeld, P., Brailovskaia, J., Bieda, A., Zhang, X. C., & Margraf, J. (2016). The effects of daily stress on positive and negative mental health: Mediation through self- International journal of clinical and health psychology : IJCHP, 16(1), 1–10. https://doi.org/10.1016/j.ijchp.2015.08.005
  9. Sinha R. (2008). Chronic stress, drug use, and vulnerability to addiction. Annals of the New York           Academy           of           Sciences,           1141,     105–130. https://doi.org/10.1196/annals.1441.030
  10. Whitesell, , Bachand, A., Peel, J., & Brown, M. (2013). Familial, social, and individual factors contributing to risk for adolescent substance use. Journal of addiction, 2013, 579310. https://doi.org/10.1155/2013/579310
  11. Wills, A., Ainette, M. G., Stoolmiller, M., Gibbons, F. X., & Shinar, O. (2008). Good self-control as a buffering agent for adolescent substance use: an investigation in early adolescence with time-varying covariates. Psychology of addictive behaviors : journal of the Society of Psychologists in Addictive Behaviors, 22(4), 459–471. https://doi.org/10.1037/a0012965

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.